24 Februari 2010

Kenangan Terindah dari Sang Guru

Guru, adalah cita-cita yang tidak pernah muncul di benak saya dahulu. Adalah juga profesi saya saat ini, yang kini saya banggakan. Guru, ternyata tidak hanya sekadar profesi, yang berkantor di sekolah. Guru juga bukan hanya sebagai pengajar, yang memberikan materi pelajaran di kelas. Guru juga harus bisa kembali kepada fitrahnya, menjadi pendidik, yang bisa “digugu dan ditiru (akhlaknya)”.

Ada seorang teman yang berkisah tentang kemuliaan guru (dosen)-nya. Sang guru begitu rendah hati. Di antara sifat rendah hatinya yaitu ia selalu menghapus papan tulis dengan tangannya sendiri, tanpa pernah merepotkan murid-muridnya. Tutur katanya santun. Saking luasnya ilmu yang dimilikinya, yang keluar dari mulutnya hanyalah kebaikan dan kebijaksanaan.

Ia juga bercerita tentang ketulusan guru ngajinya yang juga adalah guru ngaji saya. Kata-katanya sederhana, tetapi begitu mengena dan kuat, abadi, terpatri dalam hati sanubari. Meskipun saat ini beliau sudah tiada, tetapi kebaikannya tetap hidup dalam jiwa kami.

Saya jadi teringat juga pada guru matematika saya ketika SMA. Selain ahli di bidangnya, ia juga dikenal sebagai guru yang disiplin dan ramah. Tutur katanya rapi dan sistematis. Ia juga selalu memberikan pengalaman lewat cerita-ceritanya yang sarat nilai. Pada setiap kegiatan pembelajaran, ia tidak pernah bosan memberikan motivasi kepada siswanya untuk tetap belajar dengan rajin. Boleh saja ilmu matematikanya terlupakan kini, tetapi kebaikan hatinya selalu teringat sepanjang masa.

Ya, pada akhirnya, nilai-nilai kebaikan gurulah yang akan dikenang oleh siswanya, menjadi kenangan terindah, menjadi bekal berharga bagi para siswa dalam mengarungi kehidupan. Semoga mereka tetap menjadi panutan, dan semoga Allah memuliakan mereka. Amin.