18 Januari 2011

20 Ciri Orang yang Inovatif

Mitchell Ditkoff, Direktur dari Idea Champions, mengetengahkan tentang kualitas dari seorang inovator, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Challenges status quo; tidak merasa cepat puas dengan keadaan yang ada dan selalu mempertanyakan otoritas dan rutinitas serta mengkonfrontasikan asumsi-asumsi yang ada.
Curious; senantiasa mengeksplorasi lingkungannya dan menginvestigasi kemungkinan-kemungkinan baru, memiliki rasa kekaguman (sense of awe)
Self-motivated; tanggap terhadap kebutuhan dari dalam (inner needs) senantiasa secara proaktif memprakarsai proyek-proyek baru, menghargai setiap usaha.
Visionary; memiliki imaginasi yang tinggi dan memiliki pandangan yang jauh ke depan.
Entertains the fantastic; memunculkan ide-ide “gila”, memandang sesuatu yang tidak mungkin menjadi sebuah kemungkinan, memimpikan dan menghayalkan sesuatu yang besar-besar.
Takes risks; melampaui wilayah yang dianggap menyenangkan, berani mencoba dan menanggung kegagalan.
Peripatetic; merubah lingkungan kerja sesuai yang dibutuhkan, senang melakukan perjalanan (travelling) untuk memperoleh inspirasi atau pemikiran segar.
Playful/humorous; memliki ketertarikan terhadap hal-hal yang aneh dan mengagumkan, berani tampil beda, bertindak nekad, serta mudah dan sering tertawa layaknya seorang anak kecil.
Self-accepting; dapat mempertahankan ide-idenya dan menganggap “kesempurnaan sebagai musuh kebaikan”, tidak terikat dengan apa-apa yang diipandang baik menurut orang lain.
Flexible/adaptive –terbuka bagi setiap perubahan, mampu melakukan penyesuaian terhadap rencana-rencana yang telah dibuat, menyajikan berbagai solusi dan gagasan
Makes new connections; mampu melihat hubungan-hubungan diantara unsur-unsur yang terputus, mensintesakan dan mengkombinasikannya.
Reflective, menginkubasi setiap masalah dan tantangan, mencari dan merenungkan berbagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Recognizes (and re-cognizes) patterns; perseptif terhadap sesuatu dan dapat membedakannnya, dapat melihat kecenderungan dan prinsip serta mampu mengorganisasikannnya, dapat melihat ”the Big Picture.”
Tolerates ambiguity, merasa nyaman dalam situasi kacau (chaos), dapat menyajikan situasi paradoks, tidak tergesa-gesa membenarkan terhadap suatu ide yang muncul.
Committed to learning; berusaha mencari pengetahuan secara terus menerus, mensintesakan segala in put, menyeimbangkan setiap informasi yang terkumpul dan menyelaraskan setiap tindakan.
Balances intuition and analysis memilih dan memilah diantara pemikiran divergen dan pemikiran konvergen, memiliki intuisi tertentu sebelum melakukan analisis, meyakini apa yang sudah dianalisis dan menggunakannya secara hati-hati dengan menggunakan akal.
Situationally collaborative; berusaha menyeimbangkan pemikiran dari setiap individu, membuka pelatihan dan mencari dukungan organisasi.
Formally articulate; mengkomunikasikan setiap gagasan secara efektif, menterjemahkan konsep abstrak ke dalam bahasa penuh arti, menciptakan prototype atau model yang dianggap paling mudah
Resilient; merefleksi hal-hal dianggap mengecewakan atau yang tidak dinginkan, belajar dengan cepat dari umpan balik, berkemauan untuk mencoba dan terus mencoba lagi
Persevering; bekerja keras dan tekun, memperjuangkan gagasan-gagasan baru dengan gigih, memiliki komitmen terhadap hasil-hasil yang telah digariskan.

Refleksi buat Anda:

Berapakah ciri-ciri di atas yang sudah Anda miliki?

Sumber: http://thinksmart.com/articles/qualities.html

Mari Menulis Resensi

Oleh : Muhidin M Dahlan

Meresensi buku? Apa sih?
·        Meresensi adalah sebuah usaha seorang pembaca untuk memberikan komentar atas kesan buku yang sudah dibacanya. Komentar itu bisa berupa kritik dan pujian. Namun dalam perkembangannya, resensi telah menjadi metode tersendiri untuk memetakan jalan pikiran sebuah buku yang sedang dibaca.
·       Meresensi adalah menuliskan kembali apa saja yang sudah kita serap dari buku. Dengan demikian meresensi sebetulnya adalah usaha memperpanjang ingatan kita akan sebuah buku lantaran ingatan manusia amatlah terbatas. Dengan meresensi, sebetulnya kita sudah menempuh jalan memperpanjang ingatan yang pendek dan mengabadikan ingatan yang fana.

Apa keuntungannya?
·       Meresensi buku memberi 3 keuntungan: psikologi, ekonomi, dan jaringan. Menulis itu memberi suntikan spiritualitas kepada penulisnya, apalagi resensi itu mendapatkan sambutan dari pembacanya. Siapa sih yang tak senang tulisannya dibaca orang lain. Dengan dikenalnya nama sebagai penulis (resensi buku) secara otomatis jaringan pergaulan kita meluas.
·       Jika sebuah resensi dimuat di media cetak komersial, kemampuan meresensi itu bisa memberikan asupan ekonomis. Bahkan beberapa media massa nasional membayar sebuah resensi yang dimuatnya dengan jutaan rupiah. Selain itu, beberapa penerbit yang bukunya diresensi kerap memberi tambahan honor dan sejumlah buku sebagai ucapan atas diresensinya buku mereka. Jadi, kenapa tak dimulai saja?

1. Memilih Buku
           Memilih buku memang susah-susah mudah. Tapi pilihlah buku yang disukai. Biasanya, gairah membaca kita menaik jika buku yang kita baca adalah buku yang tema-temanya kita sukai. Jika suka membaca karya-karya fiksi, tentu akan mogok jika diserahkan buku-buku ekonomi atau sains. Demikian pula, jika kamu suka buku bertema non fiksi seperti filsafat, akan susah dipaksa betah membaca buku anak-anak.
           Karena itu, dalam dunia penulisan resensi buku, kerap sebuah tema menjadi alamat seorang peresensi. Di sebuah blog, seorang peresensi buku hanya mau meresensi kalau buku itu buku anak-anak atau buku sastra saja. Bahkan ada yang spesialis meresensi buku-buku ekonomi dan manajemen. Jadi, pilihlah buku bertema yang sesuai dengan minat dan meresensilah.

2. Cantumkan Data Buku
Data buku yang dimaksud adalah: judul buku, penulis (jika buku terjemahan, tuliskan judul asli dan penerjemahnya), penerbit (dan kotanya), waktu terbit, jumlah halaman, dan jika perlu juga cantumkan harga buku. Contoh:

CREATIVE WRITING: 72 Jurus Seni Mengarang
Penulis: Naning Pranoto
Penerbit: Primamedia Pustaka, Jakarta
Cetakan: I, Februari 2004
Tebal: 168 hlm
Harga: Rp 23.000

3. Membuat Judul
          Pentingnya judul resensi seperti pentingnya penunjuk arah dalam rambu lalu lintas. Bayangkan jika ke sebuah kota yang tak kita kuasai petanya tak ada rambu besar petunjuk di perempatan di depan sebelah kanan mau ke mana, sebelah kiri mau ke mana dan kalau terus maju akan berujung ke mana.
          Judul adalah pintu pembuka seorang pembaca untuk masuk dalam tulisan kita. Ada beberapa jenis judul yang biasanya dijumpai dalam resensi-resensi yang sudah dipublikasikan. Kita bisa belajar dari sana. Ciri umumnya adalah:

a. Judul yang diolah dari judul buku itu sendiri. Misalnya,
“Lima Pertanyaan yang Selalu Mengusik” (dikutip dari 5 Tantangan Abadi terhadap Agama, karya Saiyad Fareed Ahmad dan Saiyad Salahuddin Ahmad, Mizan, 2008. Dimuat Ruang Baca Koran Tempo Edisi 27 Oktober 2008)

b. Rangkuman dari tema utama yang diulas oleh buku. Ini pun dibagi dalam pelbagai jenis lagi seperti:
- judul yang sarkastis
       “Konduktor Orkes Ekonomi Tamak” (Abad Prahara, Ramalan Kehancuran Ekonomi Dunia Abad Ke-21, karya Alan Greenspan, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, Ruang Baca Kortem Edisi 04 Desember 2008, peresensi: EH Kartanegara
- judul yang menunjuk langsung pada tindakan tokoh utama dalam buku.
       Umumnya berlaku pada buku-buku biografi.
“Menyelami Pikiran Kiki Syahnakri” (Aku Hanya Tentara karya Kiki Syahnakri, Kompas 2008. Dimuat di Harian Jawa Pos edisi 18 Januari 2009; peresensi: Moh. Samsul Arifin)
- judul yang memberitahu sebuah buku serial
       “Akhir Pengembaraan Laskar Pelangi” (Maryamah Karpov karya Andrea Hirata, Bentang, 2008. Dimuat di Harian Koran Tempo edisi 07 Desember 2008; peresensi: Erwin Dariyanto)
Dan macam-macam lagi. Silakan dikembangkan

4. Paragraf Pembuka
Paragraf pembuka mestilah memikat. Ia seperti resepsionis di sebuah hotel yang bertugas memberi rasa tenang, penasaran, dan mengait tamu agar tak pindah ke hotel lain. Paragraf pembuka, dalam hal ini, adalah pengait pertama dan utama agar pembaca penasaran. Paragraf pembuka yang buruk membikin kita malas baca. Padahal resensi yang baik adalah memiliki pembuka yang bagus. Maka cari apa yang paling menarik dari buku itu yang perlu diletakkan di paragraf pembuka.

Ada macam-macam paragraf pembuka:
A. Deskripsi
“Emboss palu-arit tercetak samar di kertas putih bersih itu menghadirkan kembali rasa getir trauma masa lalu. Judul dengan warna merah menyala di samping logo penerbit bak darah mengalir, mengingatkan pada betapa banyak darah tertumpah yang menjadi tumbal gambar itu.” (Lekra Tak Membakar Buku karya Muhidin M Dahlan & Rhoma Ria, Merakesumba, 2008. Dimuat di situs iddaily dan beberapa situs lain; peresensi: Diana AV Sasa)
… paragraf pembuka
B. Pertanyaan
“Ya, buku yang dikemas elok dengan tata visual ‘nyeni’ ini merupakan kumpulan kolom yang pernah dimuat di Suara Merdeka tiap Minggu di halaman depan tepi kiri, di rubrik ”Celathu Butet”. Belum sampai membaca jauh, kita sudah digelitik sebuah informasi. Khususnya di halaman cover dalam. Di tempat ini di bawah judul buku dan penulis, tertulis informasi: Kolom Celathu Suara Merdeka September 2007-September 2009. Lho, ini guyonan apa sungguhan? Kalau guyonan, ya maklum; kalau sungguhan, kan masih perlu setidaknya satu tahun lagi untuk menuju September 2009?” (Presiden Guyonan karya Butet Kartaredjasa, Kitab Sarimin, 2008. Dimuat di Harian Suara Merdeka edisi 16 November 2008; peresensi: Triyanto Triwikromo)
C. Keterangan umum
“Layaknya pedang dan senapan, media komunikasi memainkan peran penting dalam pergolakan di Prancis pada abad ke-16. Kaum Protestan berpaling kepada pers untuk menyebarluaskan gagasan mereka. Kertas dan plakat yang menyerang massa Katolik dicetak di Swiss, diselundupkan ke Prancis, dan ditempelkan di tempat-tempat umum.” (Sejarah Sosial Media: Dari Gutenberg sampai Internet karya Asa Briggs dan Peter Burke, Yayasan Obor Indonesia, 2005. Dimuat di Harian Koran Tempo edisi 30 November 2008; peresensi: Dian R Basuki)
D. Kutipan tidak langsung
“Terus terang saya terpikat dengan ”provokasi” Sukardi Rinakit -dalam kata pengantar buku ini– yang menyamakan sosok Letnan Jenderal (purn.) Kiki Syahnakri dengan Livius, ksatria Romawi yang berkarakter kuat, sayang pada rakyat, dan mempunyai kepemimpinan kuat. Inilah yang mengantar saya menuntaskan halaman pertama hingga akhir buku sang jenderal ini.” (Aku Hanya Tentara karya Kiki Syahnakri, Kompas, 2008. Dimuat di Harian Jawa Pos edisi 18 Januari 2009; peresensi: Moh. Samsul Arifin)
E. Kutipan langsung
“Anda, pada suatu titik dalam perjalanan hidup, barangkali pernah terjebak jalan buntu. Anda terperangkap di persimpangan jalan. Ke kiri menuju neraka. Ke kanan mengarah ke neraka. Maju ke depan mengantarkan ke neraka. Berbalik arah Anda akan sampai di neraka juga. Tidak ada lagi yang bisa Anda lakukan. Anda sungguh mendamba jalan keluar. Dan, Anda beruntung. Malaikat penolong datang menyelamatkan Anda dari situasi kritis, dilematis, atau kematian.” Metafora Peter Kingsley dalam buku In the Dark Places of Wisdom dengan tepat menggambarkan pergulatan Cordula Maria Rien Kuntari menekuni jurnalisme. (Timor Timur Satu Menit Terakhir karya Cordula Maria Rien Kuntari, Mizan, 2008. Dimuat di Harian Jawa Pos edisi 25 Januari 2009; peresensi: J. Sumardianta)
F. Silakan dikembangkan lagi…

5. Memaparkan Isi Buku
Diperlukan keluwesan menulis dalam memaparkan isi buku. Ada yang memaparkan berdasarkan bab demi bab yang berarti linear atau lurus. Ada juga yang memaparkan hanya hal-hal pokok yang menonjol dalam buku. Jadi tak mesti semuanya. Yang penting dari seluruh proses membaca buku itu adalah menemukan ide-ide pokok.
Yang penting juga di sini adalah kelancaran menyambung antar kalimat dan kalimat sehingga pergantian antar paragraf terlihat bulat. Umumnya mereka yang tak terlatih, pergantian antar paragraf itu seperti roda kereta yang tiba-tiba seperti persegi. Bayangkan saja gimana rasanya menaiki kereta beroda seperti itu.

6. Beri kritik
Seorang peresensi bukan juru bicara sebuah penerbit atau juru bicara penulis. Ia berada di antara pembaca umum dengan produsen buku (penerbit dan penulis). Peresensi adalah mata bagi pembaca umum untuk melihat secara kritis buku yang diterbitkan dan bakal calon dikonsumsi masyarakat. Kalau buku itu buruk, peresensi akan mengatakannya buruk. Bila baik, peresensi tak segan-segan mengatakannya baik. Umumnya yang dikritik adalah salah cetak, gaya penulisan, sampul, bahkan logika atau kutipan-kutipan yang tersaji dalam buku. Jika buku terjemahan, maka biasanya yang dikritik adalah kualitas terjemahan.

Berikut ini diberikan satu contoh kritik:
Judul Buku: Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
Peresensi: Diana AV Sasa
Pada halaman akhir dilampirkan beberapa sumber tulisan, sehingga nampak bahwa karya ini ilmiah. Akan tetapi sumber itu tidak benar-benar dirujuk, hanya sekadar dicantumkan saja. Jadi tidak jelas pada bagian mana sumber itu memberi kontribusi pada tulisan di dalam buku. Tidak ada foot note, apa lagi referensi. Sehingga, jika kita ingin menggali data lebih banyak, kita harus membaca sumber data itu lebih jauh-yang mayoritas berbahasa asing. >>
… kritik
<>
… kritik
<>
… kritik
<<>

7. Mengunci Tulisan
Umumnya kalimat pengunci tulisan adalah bagi siapa buku ini diperuntukkan. Peresensi yang sudah membaca buku itu dengan tuntas tentu mengetahui kalangan mana yang ingin disasar buku ini dan berguna bagi apa. Contoh: >>
… mengunci
<< “Hendaknya buku ini menjadi pijakan awal bagi generasi selanjutnya untuk menyusun literasi yang lebih komprehensif, terstruktur baik, dan ilmiah mengenai Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Sebuah jalan yang telah membawa pengaruh perubahan besar di sektor ekonomi, budaya, dan sosial bangsa ini hingga sekarang. Sehingga nanti akan ada sebuah literasi sejarah yang bisa lebih layak untuk dijadikan referensi pelajaran sejarah formal yang selama ini hanya berpaku pada satu sumber. Maka anak cucu kita akan mendapat informasi yang tepat mengenai sejarah bangsanya. Dan tidak sekali-sekali melupakannya.” (Jalan Raya Pos, Jalan Daendels; Peresensi: Diana AV Sasa)

8. Panjang tulisan
Panjang dan pendek itu tergantung. Kalau menulis di surat kabar harian atau majalah berita, biasanya maksimum 900 kata diketik di MS Word atau 2.5 halaman satu spasi. Jika menulis di jurnal ilmiah, bisa sampai 20 halaman. Jika menulis di internet tentu lebih pendek sekira 600 kata atau 1.5 halaman kwarto.

LATIHAN
Perhatikan resensi ini dan cari kekurangannya, lalu coba buat bentuk lebih baiknya menurut Anda
RESENSI NOVEL (Perempuan Berkalung Sorban)
Identitas NovelJudul Buku : Perempuan Berkalung Sorban
Penulis : Abidah El Khalieqy
Penerbit : Arti Bumi Intaran
Cetakan : IV
Tahun Terbit : 2009
Tempat Terbit : Yogyakarta
Sinopsis :
Dalam novel ini pada bagian pertama diceritakan mulai dari masa kecil tokoh utama yakni Annisa, anak dari ibu yang bernama Hajjah Mutmainah, da ayahnya yang bernama Kyai Haji Hanan Abdul Malik pendiri pesantren Tambak beras, Tebuireng (Bahrul Umum) di daerah Jombang, selain itu anisa memiliki dua kakak laki-laki yang bernama Rizal dan Wildan. Selain itu juga memiliki paman yang bernama lek Khudori (sapaan Anisa kepada pamannya).
Pada bagian kedua disampaikan bahwa anisa ini dari sejak kecil sudah mulai kelihatan akan kebandelannya terhadap orang tuanya, selain itu anisa juga sering kali memberontak akan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati nuraninya, sehingga nisa ini sering mengadu segala kegajalan atau ketidaksukaannya terhadap sesuatu pasti disampaikan kepada lek Khudori, karena hanya lek khudori yang peduli akan nasib-nasib perempuan, selain itu lek Khudori juga sangat mendukung akan kesetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan sebatas dalam koridor syariah.
Selanjutnya dalam bagian ketiga diceritakan pula kisah anisa dalam mempertaruhkan masa remaja untuk bersenang-senang, dan mencari hal-hal yang baru harus tertunda bahkan tidak mengalaminya karena pada saat anisa masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama atau Tsanawiyah (istilah dalam pondok), nisa harus menikah dengan seorang Sarjana Hukum yang bernama Samsudin, anak seorang Kyai ternama yang memiliki harta yang melimpah, dan Samsudin ini adalah pewaris lima hektar tanah dan satu hektar kebun kelengkeng.
       Meskipun nisa menikah dengan seorang yang terpelajar dan kaya serta anak seorang kyai, tetapi nisa tidak merasakan keindahan pernikahan tersebut, hal yang diraskan nisa tidak lain adalah penganiayaan dan pemerkosaan belaka, nisa merasa seperti dijadikan sebagai budaknya dan hanya dijadikan sebagai pemuas nafsu syahwatnya belaka.
Pada bagaian keempat dikisahkan bahwa nisa selalu menceritakan penderitaanya tersebut kepada lek Khudori( pamannya yang saat itu sedang melanjutkan S2 di Kairo, Mesir ) melalui surat. Kemudian pernikahan nisa ini semakin hari semakin berantakan, karena kebejatan suaminya akhirnya nisa pun dipoligami dengan seorang janda yang bernama Kalsum, dan memiliki anak satu yang bernama fadilah ( anak hasil hubungan gelap / sebelum menikah ). Setelah sekian lama kehidupan rumah tangga ini, semakin rumit dan samsudin pun tidak tahan tinggal dirumah akhirnya dia pun sering keluar malam dan menginap dirumah seorang janda yang genit yang berjualan jamu di daerah samsudin tinggal. Beberapa waktu kemudian pamannya nisa yang bernama Lek Khudori itu telah selesai menjalankan pendidikannya, dan kemudian pulanglah ia ke Indonesia, dan bertemu dengan nisa.
Akhirnya pada saat tasyakura atau penyambutan lek Khudori nisa pun akhirnya memberanikan dirinya untuk bercerita kepada ibu dan ayahnya akan kejadian atau penderitaan yang dirasakan nisa karena ulah Samsudin. Setelah itu akhirnya keluarga nisa pun segera bertindak, dengan menjatuhkan talak tiga terhadap nisa. Selanjutnya nisa pun telah menyelesaikan sekolah Aliyahnya, dan akhirnya ia ingin membuka lembaran baru di Jogja dengan melanjutkan di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Dan tanpa nis aketahui ternyata nisa itu diawasi oleh Lek Khudori, dan ternyata lek Khudori pun juga mendaftar untuk menjadi pengajar di Perguruan Tinggi di Jogja dan akhirnya kisah merekapun berlanjut di Jogja.
Setelah mereka bertemu akhirnya tak lama kemudian lek Khudori melamar nisa dengan mendatangi orang tua nisa, dan akhirnya mereka pun direstui dan menikah, mereka hidup di Jogja dan memiliki anak satu, itu semua atas keridhoan Tuhan, karena jika sudah kun fayakun,maka apa yang menjadi kehendah Tuhan pasti akan terwujud.
Analisis terhadap novel
Kelebihan novel
Novel ini menggunakan bahasa yang lugas atau menggunakan bahasa sehari-hari (pergaulan sehari-hari) sehingga mudah untuk dipahami oleh pembaca.
novel ini menyajikan banyak ilmu (multidisipliner), sebagai contoh ilmu tentang agama, ilmu tentang kesehatan reproduksi, ilmu tentang sosial (tata cara kehidupan bermasyarakat) semua itu ada dalam novel ini.
Novel ini juga menyajikan pendapat yang fenomenal yakni hak perempuan sangat diangkat dalam novel ini, pada khususnya pada kesehatan reproduksiatau pada hak reproduksinya sangat diperhatikan secara tuntas, selain ityu kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan juga diangkat dalam novel ini.
Berdasarakan latar belakang penulisnya, maka tidaklah heran jika latar cerita dalam novel ini adalah di pondok, karena penulis adalah lulusan pondok pula. Berdasarkan amanatnya, cukup bagus untuk disimak dan dikritisi lebih lanjut.

IDA YENI RAHMAWATI
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2007
 

07 Januari 2011

Pengumpul Kapas

Saya dapat kisah inspiratif ini dari guru saya, bapak Andre Wongso. Berikut kisahnya:

Dikisahkan, ada seorang pedagang yang kaya raya dan berpengaruh di kalangan masyarakat. Kegiatannya berdagang mengharuskan dia sering keluar kota. Suatu saat, karena pergaulan yang salah, dia mulai berjudi dan bertaruh.

Mula-mula kecil-kecilan, tetapi karena tidak dapat menahan nafsu untuk menang dan mengembalikan kekalahannya, si pedagang semakin gelap mata, dan akhirnya uang hasil jerih payahnya selama ini banyak terkuras di meja judi. Istri dan anak-anaknya terlantar dan mereka jatuh miskin.

Orang luar tidak ada yang tahu tentang kebiasaannya berjudi, maka untuk menutupi hal tersebut, dia mulai menyebar fitnah, bahwa kebangkrutannya karena orang kepercayaan, sahabatnya, mengkhianati dia dan menggelapkan banyak uangnya. Kabar itu semakin hari semakin menyebar, sehingga sahabat yang setia itu, jatuh sakit. Mereka sekeluarga sangat menderita, disorot dengan pandangan curiga oleh masyarakat disekitarnya dan dikucilkan dari pergaulan.

Si pedagang tidak pernah mengira, dampak perbuatannya demikian buruk. Dia bergegas datang menengok sekaligus memohon maaf kepada si sahabat "Sobat. Aku mengaku salah! Tidak seharusnya aku menimpakan perbuatan burukku dengan menyebar fitnah kepadamu. Sungguh, aku menyesal dan minta maaf. Apakah ada yang bisa aku kerjakan untuk menebus kesalahan yang telah kuperbuat?"

Dengan kondisi yang semakin lemah, si sahabat berkata, "Ada dua permintaanku. Pertama, tolong ambillah bantal dan bawalah ke atap rumah. Sesampainya di sana, ambillah kapas dari dalam bantal dan sebarkan keluar sedikit demi sedikit ".

Walaupun tidak mengerti apa arti permintaan yang aneh itu, demi menebus dosa, segera dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah kapas habis di sebar, dia kembali menemui laki-laki yang sekarat itu.

"Permintaanmu telah aku lakukan, apa permintaanmu yang kedua?" "Sekarang, kumpulkan kapas-kapas yang telah kau sebarkan tadi", kata si sahabat dengan suara yang semakin lemah.

Si pedagang terdiam sejenak dan menjawab dengan sedih, "Maaf sobat, aku tidak sanggup mengabulkan permintaanmu ini. Kapas-kapas telah menyebar kemana-mana, tidak mungkin bisa dikumpulkan lagi".

"Begitu juga dengan berita bohong yang telah kau sebarkan, berita itu takkan berakhir hanya dengan permintaan maaf dan penyesalanmu saja" kata si sakit

"Aku tahu. Engkau sungguh sahabat sejatiku. Walaupun aku telah berbuat salah yang begitu besar tetapi engkau tetap mau memberi pelajaran yang sangat berharga bagi diriku. Aku bersumpah, akan berusaha semampuku untuk memperbaiki kerusakan yang telah kuperbuat, sekali lagi maafkan aku dan terima kasih sobat". Dengan suara terbata-bata dan berlinang air mata, dipeluklah sahabatnya.

06 Januari 2011

Pemakaian Huruf Kapital sesuai EYD

1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.

Misalnya:

Dia mengantuk.

Apa maksudmu?

Buanglah sampah pada tempatnya!

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

Misalnya:

Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”

Saya tidak tahu,” katanya.

3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

Misalnya:

Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Alquran, Weda, Islam, Kristen

Ya Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ini ke jalan yang Engkau rahmati.

4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

Misalnya:

Raden Fatah, Haji Agus Salim, Sultan Hasanuddin, Imam Syafii, Nabi Muhammad

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang

Misalnya:

Dia adalah seorang raja.

Tahun ini ia pergi naik haji.

5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

Misalnya:

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Profesor Soedodo, Sekretaris Jendreral Departemen Pertanian, Gubernur Jawa Barat

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat

Misalnya:

Para menteri bertanggung jawab kepada presiden.

Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?

6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Misalnya:

Amir Hamzah, Dewi Sartika, James Watt, Ampere

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang yang digunakan sebagai nama jenis satuan ukuran.

Misalnya:

Mesin diesel, 40 watt, 5 ampere, 10 volt

7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.

Misalnya:

bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.

Misalnya:

mengindonesiakan kata asing

keinggris-inggrisan

8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.

Misalnya:

tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, bulan Maulid, hari Jumat, hari Lebaran, hari Natal, Perang Candu, Perang Dunia, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.

Misalnya:

Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.

Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.

9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.

Misalnya:

Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Cianjur, Danau Toba, Dataran Tinggi Dieng, Gunung Gede, Jalan Diponegoro, Jazirah Arab, Pegunungan Jayawijaya, Kali Brantas, Lembah Baliem, Samudera Pasifik, Tanjung Harapan, Selat Sunda, Teluk Bayur, Laut Merah, Terusan Suez

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.

Misalnya:

berlayar ke teluk, mandi di kali, menyeberangi selat, pergi ke arah utara

10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.

Misalnya:

Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Rakyat; Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak; Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 157, Tahun 2004

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi

Misalnya:

menjadi sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja sama antara pemerintah dan rakyat, menurut undang-undang yang berlaku

11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya:

Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk, yang tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya:

Dia adalah agen surat kabar Republika.

Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.

Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy sangat bagus.

13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.

Misalnya:

Dr. doktor

M.A. master of arts

S.Pd. sarjana pendidikan

S.H. sarjana hukum

Prof. profesor

Tn. tuan

Ny. nyonya

Sdr. saudara

14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kaka, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

Misalnya:

“Kapan Bapak berangkat?” tanya Budi.

Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”

Surat Saudara telah saya terima.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

Misalnya:

Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.

Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

Misalnya:

Sudahkah Anda tahu?

Surat Anda sudah saya terima.