Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa cinta. Hidup ini penuh cinta.
Kita hidup karena ada cinta. Kita ada karena Tuhan telah meniupkan cinta kepada
Adam dan Hawa. Ada cinta yang memberi kita hidup. Kita punya cinta untuk kita
tebarkan kepada setiap makhluk, atau kalaupun tidak ––bagi yang egois–– kita
bisa menikmati cinta untuk diri kita sendiri. Ketika cinta hilang pada diri
kita, maka tak ada alasan bagi kita untuk tetap hidup.
* * *
Tak kusangka kamu melakukannya juga. Kamu memintaku
untuk menjadi pacar kamu. Menurutku, tak pantas seseorang dari kaum Hawa
berucap hal itu, tapi itu hakmu. Tak bisa kusalahkan juga ucapanmu karena
sikapkulah yang mengundang-nya. Aku sadar itu.
“Kamu belum jawab pertanyaanku,” ucapmu.
“....”
“Tidak dijawab juga tidak apa-apa,” ucapmu lagi, tapi
tatapanmu memelas, bibir kamu melengkung menyerupai gunung.
“....” Aku hanya bisa berkata-kata dalam hati. Apakah
Tuhan mau mem-berikan cinta yang banyak untukku? Baru seminggu yang lalu ada
perempuan lain yang menawarkan cintanya padaku, hari ini kamu. Apakah Tuhan
menyuruhku berpoligami? Ah, aku tak sanggup, lagipula hatiku ––tidak cintaku–– cukup
mahal.
Kamu masih menyetel wajah itu. Melihatmu aku ingin
tertawa. Pikir-pikir, aku harus mulai bicara meskipun agak sulit. Aku kasihan
padamu telah lama menunggu gerakan bibirku.
“Maaf, ....”
“Ya....”
“Aku...,” kerongkonganku tersendat. Keningmu mengerut.
Aku tidak ingin membuatmu kecewa. Kamu baik dan penuh perhatian. Kamu selalu
memberikan rasa hangat pada hampir setiap alur kisahku. Kamu juga cantik.
Ah, tidak bijaksana kalau aku hanya berkata-kata pada
hatiku sendiri. Kamu masih menanti gerakan bibirku selanjutnya.
“Jujur, aku juga sayang kamu.”
Aku mulai lancar berkata-kata. Walhasil, gunung di
bibirmu hancur dan berubah menjadi perahu dayung.
“Lalu...,” katamu.
“....” Setelah itu aku kembali gugup.
“Aku... untuk menjadi pacarmu, sepertinya aku belum
siap....”
“Kenapa...?”
“Aku masih belum memikirkannya... lagipula aku masih
sibuk dengan pekerjaan-pekerjaanku. Maaf, aku belum siap.”
“O....” Bibirmu kembali menggunung.
Mungkin tadi aku salah ucap. Aku seperti membukakan
pintu lebar-lebar untukmu, tetapi setelah kamu melangkah masuk kututup lagi
pintunya keras-keras. Aku jadi sulit. Aku selalu menderita jika melihat bibir
seperti itu. Sudah kubilang, hatiku mahal, tetapi cinta ––sayang––ku tidak.
* * *
Cinta itu suci
Tulus dan murni
Lahir dari ketulusan hati
Anugerah Ilahi
Cinta adalah pertemuan dua hasrat
Hasrat untuk saling mencintai
Untuk saling mengasihi
Untuk saling menyayangi
Aku tak punya hasrat itu
Untuk kuberikan padamu
Sedang hasratmu menggebu-gebu
Untuk kauberikan padaku
Cinta tiada bisa dipaksa
Aku tak mampu mencintaimu
Hasratku telah tertumpah di lain hati
Maaf, bukan maksudku menyakitimu
* * *
“De, bagaimana dengan nasib pertanyaanku beberapa minggu
yang lalu?”
“Menunggu jawaban, ya?” katamu.
Kulihat kesulitan di wajahmu yang manis. Ada banyak
kata-kata di balik bibir tebalmu yang ingin berontak keluar, tetapi bibirmu masih
terkunci dan kuncinya masih bersemayam di hatimu yang sedang bergejolak.
Kita berjalan-jalan di sebuah dataran tinggi. Sengaja
aku membawamu ke sini untuk menanyakan nasib cinta ––hati––ku.
Sepertinya kamu kesulitan untuk menjawabnya. Aku jadi
kasihan padamu. Kalau kamu tidak mau menjawabnya juga tidak apa-apa, berarti
itulah keputusan yang terbaik untukku, juga untukmu. Dalam hidup, aku tidak
terlalu banyak menuntut. Aku berusaha untuk selalu menyukuri apa yang ada. Aku
setuju lagu Iwan Fals, keinginan adalah sumber penderitaan.
“Ade nggak mau
munafik, Ade sayang sama Ed, sayang... banget.
Tapi, Ade orangnya suka nggak tegaan
kalau melihat teman sendiri menderita. Ade tahu kalau dia juga sayang sama Ed.
Kalau kita sampai ‘jadian’, dia pasti sakit hati, tetapi kalau Ade sampai
menolak Ed, Ade juga nggak tega.
Terus terang, Ade masih terlampau sayang sama Ed. Ade bingung harus bagaimana.”
“....”
“Maaf kalau Ade nggak
bisa menjawabnya sekarang....”
Aku sudah cukup bahagia mendengarnya. Tidak perlu lagi
kata ‘ya’ atau ‘tidak’. Aku yakin, ini pasti sudah ketentuan dari Tuhan. Aku
haram menolaknya, meskipun ada sedikit tangis dalam hatiku, tangisan bagi nasib
cinta ––hati––ku.
* * *
Embrio cinta tertanam di
hatiku dan hatimu
Rasa kasih dan sayang pun
terlahir
Meradang mengembang memenuhi
relung-relung hatiku dan hatimu
Inilah anugerah terindah dari
Sang Pencipta
Sang sutradara tidak membuat
gampang alur cerita
Ada banyak episode sulit yang
harus dilalui
Yang menuntut kematangan jiwa
dalam bijak
Awal cerita memang agak sulit
dimainkan
Namun sabar dalam setia adalah
penawar
Gapai bahagia di akhir cerita
Rasa cintaku padamu
Ibarat sebotol anggur yang
tersimpan aman
Kian hari anggur ini kian
mahal
Akankah kautunggu anggur ini
sampai kujadikan mahar?
* * * *