Teman saya bilang, bulan puasa jangan banyak bergunjing, perbanyak saja ibadah. Tapi, dianya sendiri hobinya tidur. Setiap kali bangun dan ketemu saya, dia malah ngajak bergunjing terkait ekskul pramuka yang dibikin heboh oleh Mendikbudristek dan Kwarda Jabar. "Menggunjingkan sesuatu yang akan mencerdaskan bangsa mah tidak apa-apa," dalihnya.
Akhirnya, saya terprovokasi juga untuk mengomentari isu yang sedang hangat ini. Bagi pembaca yang masih gelap duduk perkara isu kepramukaan ini, silakan baca-baca dulu siaran pers dari Kemendikbudristek, siaran pers dari Kwarnas, juga siaran pers dari Kwarda Jabar. Baca di mana? Googling aja.
Komentar saya sih sama persis dengan komentar teman saya. Saya tidak terpancing, apalagi terprovokasi untuk membela atau menyalahkan salah satu pihak, entah itu kubu Mas Menteri atau kubu Bunda Atalia. Pernyataan saya tegas setegas sikap teman saya yang sedari SD sudah cinta sama kegiatan kepramukaan.
Saya sih yakin, kebijakan Mas Menteri itu didasarkan atas rasa cintanya kepada gerakan pramuka. Pun sikap Bunda Atalia yang menolak kebijakan Mas Menteri itu atas dasar kecintaannya pada gerakan pramuka. Maka, komentar saya ini juga ya dasarnya karena cinta. Lalu, kalau memang sama-sama cinta, mengapa harus berantem?
Nah, komentar saya sederhana saja, sebagaimana komentar teman saya itu. Seekor kambing pasti lahir dari induk kambing, sapi lahir dari induk sapi. Tidak mungkin Seekor gajah dilahirkan oleh seekor tupai. Kalau pun tupai membantu proses lahiran seekor gajah, mungkin si tupai hanya sebatas bidan.
Jadi, intinya apa? Pramuka itu lahir dari seorang pramuka juga. Hanya biang pramuka yang mampu menumbuhkan tunas-tunas pramuka. Tahukah kamu apakah pramuka itu? Pramuka itu, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seorang yang tak patuh pada Tuhannya takkan mungkin mampu melahirkan pramuka. Pramuka itu, cinta alam dan kasih sayang terhadap sesama manusia. Jangan berharap seorang yang temperamental, gemar merundung, dan tak acuh terhadap kelestarian alam sekitar mampu melahirkan generasi pramuka.
Bagaimana? Perlu saya lanjutkan sampai dasa darma poin kesepuluh? Saya kira, para pembaca yang budiman sangat mampu untuk melanjutkannya sendiri. Saya stop saja sampai di sini. Sebelum saya tutup salam, mungkin para pembaca penasaran, siapakah sebenarnya teman saya itu? Biar tidak menduga-duga, takut dugaan pembaca keliru, baiknya saya bocorkan saja. Sebenarnya, teman ngobrol saya yang paling asyik dan paling setia hanya pikiran saya sendiri. Kitu.
Tetaplah memandu!
Wasalam.
[6 April 2023 M/15 Ramadan 1444 H]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar