26 Juli 2011

Keutamaan Akhlak

Keislaman seseorang tidak diukur oleh luasnya ilmu. Keimanan seseorang tidak diukur oleh hebatnya pembicaraan. Kedudukan seseorang disisi Allah tidak juga diukur oleh kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling benar Islamnya, yang paling baik imannya, yang paling dicintai oleh Allah, yang paling tinggi kedudukannya dalam pandangan Allah dan yang akan menemani Rasulullah SAW ternyata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia akhlaknya.

Walhasil, sehebat apapun pengetahuan dan amal kita, sebanyak apapun harta kita, setinggi apapun kedudukan kita, jikalau akhlaknya rusak maka tidak bernilai. Kadang kita terpesona kepada topeng duniawi, tetapi segera sesudah tahu akhlaknya buruk, pesona pun akan pudar.

Yakinlah bahwa Rasulullah SAW diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini dinyatakan sendiri oleh beliau ketika menjawab pertanyaan seorang sahabatnya, "Mengapa engkau diutus ke dunia ini, ya Rasul?". Rasul menjawab, "Innama buitsu liutamimma makarimal akhlak" "Sesungguhnya aku diutus ke dunia hanyalah untuk menyempurnakan akhlak".

Menurut Imam Al Ghazali, berdasarkan apa yang bisa saya pahami, akhlak itu adalah respon spontan terhadap suatu kejadian. Pada saat kita diam, tidak akan kelihatan bagaimana akhlak kita. Akan tetapi ketika kita ditimpa sesuatu baik yang menyenangkan ataupun sebaliknya, respon terhadap kejadian itulah yang menjadi alat ukur akhlak kita. Kalau respon spontan kita itu yang keluar adalah kata-kata yang baik, mulia, berarti memang sudah dari dalamlah kemuliaan kita itu. Tanpa harus dipikir banyak, tanpa harus direkayasa, sudah muncul kemuliaan itu. Sebaliknya kalau kita memang sedang dikalem-kalem, tiba-tiba terjadi sesuatu pada diri kita, misalnya sandal kita hilang, atau ada orang yang menyenggol, mendengar bunyi klakson yang nyaring lalu tiba-tiba sumpah serapah yang keluar dari mulut kita, maka lemparan yang keluar sebagai respon spontan kita itulah yang akan menunjukkan bagaimana akhlak kita. Maka jika bertemu dengan orang yang meminta sumbangan lalu kita berpikir keras diberi atau jangan. Kita berpikir, kalau dikasih seribu, malu karena nama kita ditulis, kalau diberi lima ribu nanti uang kita habis. Terus... berpikir keras hingga akhirnya kita pun memberi akan tetapi niatnya sudah bukan lagi dari hati kita karena sudah banyak pertimbangan. Padahal keinginan kita semula adalah untuk menolong. Kalau sudah demikian, sebetulnya bukan akhlak dermawan yang muncul.

Akhlak itu dibagi empat, yaitu:
1.    Akhlak kepada Allah
2.    Akhlak kepada diri sendiri
3.    Akhlak kepada sesama manusia
4.    Akhlak kepada alam sekitar

Adab bergaul (umum)
  Lebih mengutamakan orang lain daripada diri sendiri
  Mengendalikan emosi
  Lapang dada (memiliki jiwa pemaaf)
  Membalas keburukan orang lain dengan kebaikan
  Selalu menunjukkan sikap yang ramah

2 komentar:

Anonim mengatakan...

pa edyar suka nulis juga ya,,^_^ dulu saya juga sering. tapi lupa pada kmna

EDYAR RAHAYU MALIK mengatakan...

coba lihat buku catatan, ada tulisannya gak?? hehehe...