07 Januari 2010

BELAJAR UNTUK MENDAPATKAN NILAI

Tulisan ini saya dedikasikan bagi para insan pendidikan, khususnya para siswa yang sedang belajar di sekolahnya masing-masing dengan harapan agar mereka lebih termotivasi untuk belajar dengan lebih ikhlas dan giat, juga para guru yang sedang asyik mengajar di sekolahnya masing-masing, semoga tidak hanya asyik mengajar, tetapi juga semangat mendidik para siswanya agar menjadi manusia seutuhnya. Sebagai rangsangan, saya awali dengan sebuah pertanyaan, “Untuk apa kita belajar di sekolah?”

Mungkin jawabannya akan sangat beragam karena kepala setiap orang berbeda-beda. Atau mungkin bisa juga akan sama lewat jawaban klasik, “Belajar untuk mencari ilmu” atau “Belajar supaya pintar”. Jawaban klasik tersebut tidaklah salah. Hanya terkadang jawaban itu hanya menjadi jawaban latah saja yang diturunkan secara tidak sadar dari generasi ke generasi.

Dalam tulisan ini saya ingin mencoba menjawabnya dengan versi saya sendiri. Setuju ataupun tidak setuju, pada hakikatnya belajar di sekolah adalah untuk mendapatkan NILAI. Mungkin jawaban tersebut sedikit terdengar picik, jika nilai yang dimaksud hanya sebatas nilai rapor. Sebelum dijelaskan lebih lanjut, ada baiknya kita ikuti terlebih dahulu ilustrasi berikut ini.

Tentunya kita semua mempunyai ibu. Mungkin ada yang mempunyai ibu yang sangat galak, judes, dan cerewet. Bayangkan jika tiba-tiba ibu kita meninggal tanpa sempat mengucapkan kata-kata perpisahan. Lalu kita merasa sedih dan menangis sejadi-jadinya ketika melihat ibu telah dibalut kain putih. Airmata terus mengalir mengantarkan jenazah ibu ke pemakaman.

Mengapa kita sedih dan menangis ketika ditinggal mati oleh ibu kita? Mengapa kita begitu merasa kehilangan padahal ia begitu galak, judes, dan cerewet? Bukan karena kehilangan jasadnya. Kalau boleh jujur, kita merasa kehilangan karena kita rindu akan sifat kasih dan sayangnya. Kita teringat bagaimana ia mengandung kita selama 9 bulan, merawat kita dengan sabar dari kecil hingga dewasa, dan selalu memaafkan meskipun kita selalu mengecewakannya dengan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Itulah yang kita rindukan, sebuah nilai. Nilai kasih sayang, nilai kesabaran, nilai memaafkan, dan sebagainya.

Kaitannya dengan yang sedang kita bicarakan, jelaslah bahwa nilai yang dimaksud bukanlah angka-angka yang tertulis di rapor, melainkan nilai-nilai kemanusiaan yang sifatnya universal. Kegiatan belajar di sekolah seharusnya adalah kegiatan transfer nilai, yaitu transfer nilai-nilai kemanusiaan karena tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia/ menciptakan manusia seutuhnya.

Pentingkah nilai-nilai tersebut?

Jelas sangat penting. Lebih penting dari angka-angka yang tercantum dalam rapor. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia dihargai karena ia bernilai. Karena ia bernilai, maka ia dihargai. Ada manusia yang tidak dihargai karena ia tidak bernilai. Karena ia tidak bernilai, maka ia tidak dihargai. Maka belajarlah dengan giat dan dapatkanlah nilai-nilai itu karena itulah nilai yang sebenarnya yang akan berguna sebagai bekal hidup di masyarakat. Nilai pada rapor hanyalah angka-angka semu yang bisa pudar oleh waktu.

Secara filosofis, ada tiga macam nilai, yaitu nilai kebenaran (logika), nilai kebaikan (etika), dan nilai keindahan (estetika). Di sekolah kita diajarkan ilmu pasti agar kita tahu benar dan salah (logika). Kita diajarkan ilmu agama agar kita tahu baik dan buruk (etika). Kita juga diajarkan ilmu seni agar kita tahu indah dan tidak indah (estetika).

Belajar bukan hanya untuk menjadi pintar, tetapi juga untuk menjadi baik dan indah. Belajarlah menjadi orang baik sehingga kita dihargai semua orang karena kebaikan kita. Sudah menjadi sifat dasar manusia menyukai hal-hal baik dan membenci hal-hal buruk.

Tidak ada komentar: